Sudono Salim (Liem Sioe Liong)

From: seruu.com

Pengusaha Sudono Salim, yang bernama asli Liem Sioe Liong, sempat menduduki peringkat pertama sebagai orang terkaya di Indonesia dan Asia. Bahkan, konglomerat yang dikenal dekat dengan mantan Presiden Soeharto, ini sempat masuk daftar jajaran 100 terkaya dunia. Setelah krisis ekonomi dan reformasi politik, kekayaannya menurun. Dia pun memilih lebih lama tinggal di Singapura, setelah rumahnya Gunung Sahari Jakarta dijarah dan diobrak-abrik massa reformasi. Kerusuhan reformasi 13-14 Mei 1998, itu tampaknya membuat Oom Liem trauma tinggal di Indonesia.

Walaupun kadang kala dia masih datang ke Indonesia, tapi hampir tidak pernah lama.  Semua bisnisnya di Indonesia dikendalikan oleh anaknya Anthony Salim. Di bawah kendali Anthony Salim, belakangan kerajaan bisnisnya bangkit kembali dan tak mustahil akan kembali menjadi terkuat di Indonesia. Sabtu 10-11 September 2005, Oom Liem merayakan hari ulang tahunnya yang ke-90 di Hotel Shangri-La Singapura. Acara berlangsung khidmat dan meriah dihadiri isteri, anak, cucu, dan kerabatnya. Dia tampak sehat dan bisa melangkah dengan sempurna. Dia juga menyampaikan sambutan dengan lancar.

Pengusaha Berdinas Celana Pendek

From: www.tokohindonesia.com

Pria berpakaian ''dinas'' celana pendek jin dan kemeja lengan pendek yang ujung lengannya tidak dijahit, ini adalah salah satu sosok entrepreneur sukses yang memulai usahanya benar-benar dari bawah dan bukan berasal dari keluarga wirausaha. Pendiri dan pemilik tunggal Kem Chicks (supermarket), ini mantan sopir taksi dan karyawan Unilever yang kemudian menjadi pengusaha sukses.

Titik balik yang getir menimpa keluarga Bob Sadino. Bob rindu pulang kampung setelah merantau sembilan tahun di Amsterdam, Belanda dan Hamburg, Jerman, sejak tahun 1958. Ia membawa pulang istrinya, mengajaknya hidup serba kekurangan. Padahal mereka tadinya hidup mapan dengan gaji yang cukup besar.

Dari Karyawan Jadi Pengusaha

From: www.tangandiatas.com


Bermula dari usaha jasa fotokopi, ketrampilan dan bakat lelaki kelahiran 21 Mei 1975 ini mulai terasah. Didorong oleh kebutuhan keluarganya yang terus meningkat, ia mencari peluang membuka usaha sendiri, dibantu seorang kenalannya di Kantor Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Tangerang, ia membuka usaha jasa fotokopi.

Berbekal tabungan senilai Rp 500 ribu ditambah dengan pinjaman dari beberapa temannya sebesar Rp 15 juta, terbeli mesin fotokopi dan berbagai kebutuhan lain, sementara untuk operasional sehari-hari, Arta Prima, begitu Yulianto menamai usahanya, masih mengandalkan pinjaman temannya.

Dari Bisnis Sulaman Sampai Hotel

From: www.tangandiatas.com


Usaha bordir Ambun Suri dibuka Anismar pada 1975 di kota kelahirannya, Bukittinggi. Bermula dari dua mesin jahit, usahanya terus berkembang. Saat ini ia telah memiliki sekitar 150 mesin jahit. Usahanya pun tidak lagi hanya menerima upah, tetapi juga menjual pakaian jadi dengan beragam jenis bordir, semuanya pada toko yang cukup besar di Bukittinggi.

Ketika krisis ekonomi menerpa pada tahun 1997, harga barang yang melambung tinggi dan bunga kredit yang melonjak menyebabkan omzet penjualannya pun anjlok sampai sekitar 60 persen. Para karyawannya terpaksa dikurangi, inilah yang mendorongnya untuk mengajukan pinjaman ke BNI. Kucuran kredit sekitar Rp. 400 juta untuk menalangi modal diperolehnya. Dana ini digunakannya untuk membeli bahan baku pakaian dan kebaya dalam jumlah yang cukup.

Dodol Picnic, Pintar Menyiasati Pasar

From: www.tangandiatas.com

Sepuluh tahun setelah merdeka, tidak banyak orang yang tahu dodol garut, makanan tradisional asal Garut, Jawa Barat yang berasal dari campuran beras ketan dan gula. Kini, bila kita dengan mudah bisa menemui makanan ini di pasar tradisional hingga supermarket, itu adalah buah kesuksesan satu strategi pemasaran jitu. Salah satunya Dodol Picnic.

Adalah Iton Damiri, yang memulai usaha ini pada tahun 1949. Ia ingin menjadikan dodol sebagai makanan orang kota. Kala itu di Bandung terdapat Toko Picnic, pusat jajanan terkenal yang menyediakan makanan ringan impor. Pembelinya adalah kalangan berkantong tebal. Iton berambisi menitipkan dagangan di toko tersebut.

Karena Ingin Jadi Presiden Direktur

From: www.tangandiatas.com

"Saya ingin mandiri dan menjadi presiden direktur," kenang Wuryanano saat memutuskan keluar dari pekerjaan sebagai Manager Divisi di perusahaan nasional pada 1989. Kini, ia tak sekadar menjadi presiden direktur tapi sekaligus pemilik dari sederet perusahaan.

Saat mulai memutar roda bisnis di bidang peternakan, usahanya mengalir lancar dan tak ada aral yang berarti.  Bisnis ayam petelur dan ayam potong digelutinya selaras dengan keahliannya. Perusahaan peternakan bernama PT Swastika Prima International itu baru mengadapi tantangan besar saat badai krismon menerpa Indonesia. "Saat itu saya terlalu ambisius dalam mengembangkan usaha saya," ungkap Wuryanano yang menjelaskan permintaan pasar belum mampu menyerap produksi ternaknya. Kerugian Rp 5 miliar pun ia ikhlaskan.

Maaf Saya Bukan Orang Gajian Lagi

From: www.mediaindonesia.com

BERPINDAH status dari orang gajian menjadi pengusaha membutuhkan persiapan mental dan strategi yang matang. Keterbatasan modal bukan halangan.

Posisinya sebagai project manager membuat Mohamad Rosihan, 36, tahu betul jika dengan hanya dua proyek besar, perusahaan tempatnya bekerja bisa menutup biaya operasi selama setahun penuh. Tak puas hanya menikmati cipratan proyek itu saat gajian, Rosihan pun segera memutuskan untuk pindah kuadran. Namun, ia mengaku cukup hati-hati untuk berpindah status, dari seorang pekerja jadi pebisnis.